Kamis, 24 Januari 2013

Politik nasional dilanda kegaduhan


SEMARANG – Saat ini telah terjadi kegaduhan politik di negeri ini. Bukti gaduhnya politik adalah maraknya aksi perseteruan antaralembaga, antarpejabat dan antarelit birokrasi.

Ada sejumlah elit yang berterngkar yang menjadi perhatian nasional seperti perseteruan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dengan Sekretaris Kabinet Dipo Alam serta Menteri BUMN Dahlan Iskan dengan DPR. Yang paling anyar perseteruan KPK dengan Polri yang sampai terjadi dua kali.

join_facebookjoin_twitter

Terakhir adalah polemic antara Mensekab Dipo Alam dengan tiga (3) kementerian terkait soal APBN. Tadi malam, Dipo Alam sudah melaporkan tiga kementerian ke KPK terkait kong kali kong penggunaan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2012 antara anggota DPR dan rekanan atau pengusaha.

Menurut  analis politik Mochamad Yulianto,  elit politik dan birokrasi harus mampu meredakan kegaduhan politik yang tidak produktif karena masih banyak masalah krusial yang harus diselesaikan agar tidak meluas dan memicu instabilitas.

"Panggung politik nasional memang kian gaduh karena sering muncul perseteruan para politisi dengan elit birokrasi," katanya, hari ini.

Ia menunjuk polemik antara Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dengan Sekretaris Kabinet Dipo Alam serta Menteri BUMN dengan DPR.

Jika persoalan yang diperdebatkan mengandung unsur pidana, menurut dia, segera saja diselesaikan secara hukum, bukan dibiarkan mengambang.

Meskipun perseteruan tersebut tidak produktif, Yulianto melihat hal itu memang bagian dari proses pemapanan kehidupan demokrasi.

Namun, menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang itu, jika energi berpolemik tersebut bisa difokuskan untuk menangani persoalan yang lebih krusial, misalnya maraknya konflik horisontal, penanggulangan terorisme, hingga membenahi birokrasi, pemerintah bakal menuai hasil lebih optimal.

"Di tengah ingar-bingar politik, maraknya konflik horisontal, dan kasus terorisme, ternyata kinerja ekonomi pemerintah Indonesia masih relatif bagus. Investor masih berdatangan ke Indonesia. Pertumbuhan ekonomi juga di atas enam persen," katanya.

Menurut Yulianto, investor mancanegara masih mau menanam modal di Indonesia karena konflik horisontal itu belum meluas dan kegaduhan politik tidak sampai meruntuhkan pemerintahan yang sah.

Jika pemerintah mampu mendorong proses pematangan demokrasi dengan masing-masing infrastruktur politik berjalan pada koridor dan sistem demokrasi, katanya, rakyat Indonesia bakal menikmati kemakmuran yang lebih tinggi.

Menurut dia, sebagian besar sikap pemilih di Indonesia pemaaf terhadap partai dan politisi sehingga meskipun mereka kecewa berat kepada kinerja partai dan para politisinya, para pemilih tetap saja datang ke TPS dan memberikan suaranya.

"Padahal sistem pemilu kita 'voluntary' (sukarela), bukan wajib yang dibarengi sanksi bila tidak memilih," katanya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Jafar. Dikatakan perseteruan antara lembaga negara yang belakangan ini terjadi, baik itu antara lembaga hukum Polri dan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) dan yang belakangan ini terjadi antara Menteri BUMN dan DPR, sebagai fenomena yang disebabkan adanya sikap egoisme individu masing-masing penyelenggara negara dan cenderung kemungkinan adanya agenda terselubung untuk kepentingan individu, kelompok atau golongan tertentu.

Perseteruan itu mengesampingkan kepentingan yang lebih besar dan luas, yaitu kepentingan bangsa dan Negara.

“Adanya sikap saling mendegradasi atau menghujat bahkan menjatuhkan antar lembaga negara seharusnya tidak perlu terjadi. Masing-masing penyelenggara negara harus saling menghormati dan menjunjung tinggi martabat lembaga negara demi kepentingan bangsa dan negara,” kata Marwan melalui rilis, Rabu lalu.

“Hal ini terjadi karena kurangnya sikap kenegarawanan di masing-masing penyelenggara negara dan cenderung menonjolkan sikap egoisme individu ataupun kelompok sehingga mengesampingkan kepentingan yang jauh lebih luas, bangsa, dan negara,” tambahnya.

Dia menjelaskan, di negara demokrasi tidak dilarang untuk melakukan kritik. Namun kritik yang dibutuhkan adalah kritik konstruktif dengan cara dan mekanisme yang terpuji. “Saatnya bangsa ini membangun kebersamaan untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang lebih adil, makmur dan bermartabat,” tegasnya.

Semestinya, kata Marwan, setiap lembaga negara baik itu kementerian, DPR, lembaga hukum, harus memberi keteladanan dalam penyelenggaraan negara dengan sikap saling menghormati dan menjunjung tinggi martabat masing-masing lembaga negara.

“Kita harus waspada terhadap pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang sengaja menciptakan suasana gaduh dan tidak kondusif dengan mengadu domba masing-masing penyelenggara negara,” jelasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar