Jumat, 29 November 2013

Gerakan Mahasiswa

Oleh: Barra Pravda

·         Situasi Nasional (Ekonomi-Politik) Dan Kaitannya Dengan Pembangunan Organisasi Gerakan Mahasiswa

Secara umum, situasi nasional—dalam skema besar—adalah hasil dari situasi yang dibentuk oleh kebutuhan capital mengembangkan dirinya. Dalam batas-batas tertentu perputaran capital, neo-liberalisme membutuhkan ruang agar leluasa bergerak. Itu merupakan kesimpulan bahwa krisis demi krisis adalah timbal balik yang logis dari cara produksi kapitalisme. Memunculkan alternatif terhadap neo-liberalisme menjadi penting—baik dalam praktek/teori. Meskipun neo-liberalisme begitu tersudutkan oleh krisis-krisis terdahulu, tapi masih belum menemui tantangan yang cukup berarti untuk keruntuhannya. Terlebih, gerakan belum bisa maksimal mengolah momentum krisis. Oleh Gramsci, krisis berarti "revolusi pasif", dimana kekuatan lama mempertahankan kekuasaanya dengan cara mengadaptasikan secara terbatas tuntutan-tuntutan kekuatan baru.

Lebih konkrit lagi sekarang adalah: batas-batas pergerakan capital semakin membentur banyak situasi (meskipun dengan banyak cara mereka mati-matian bertahan) terutama benturan dengan sosial-masyarakat. Jangankan pakar ekonomi borjuis, Marx-pun mungkin akan heran melihat bagaimana borjuasi menyiasati perkembangan kapital dalam kapitalisme sedemikian rupa agar selamat dari kontradiksi internalnya; diversifikasi, saham, gabungan saham (porto-folio), neo-liberalisme—neo-konservatisme. Bagaimana tidak, seruan penolakan globalisasi penindasan kapital lambat laun merebak di beberapa belahan dunia, bahkan di dalam negeri kapitalis itu sendiri (AS). Yang baru saja terjadi adalah krisis Eropa, Amerika kemudian Timur Tengah. Di dalam negri tampak belum bergeming dari ruang hampa radikalisasi, meskipun ada gerakan buruh yang sedikit menggeliat bergerak dari titik ekonomis; menuntut upah, melawan PHK, radikalisme rakyat menolak perusahaan korporasi (Tiaka, Papua, Palu) dan penyerobotan lahan (Mesuji, Padang, Kebumen, Jambi). Kabar paling fenomenal adalah aksi bakar diri Sondang Hutagalung, mahasiswa UBK Jakarta yang dilakukannya di seberang istana Negara. Kejadian bakar diri tersebut hampir bersamaan dengan situasi merebaknya rentetan pergolakan rakyat.

·         Tentang Kesadaran Rakyat: Dunia Eksternal (Realitas) Bukan Menifestasi Pikiran, Maka Keberadaan-Lah Yang Menentukan Gagasan (Merubah Keberadaan Sosial).

Jangan bermimpi Sondang Hutagalung berubah menjadi Mohammed Bouazizi tanpa memberdayakan kekuatan organisasi pelopor untuk mengolah massa.

Dengan meluasnya penindasan, kenapa massa—yang “belum merasakan penindasan”—masih enggan bergabung dengan gerakan rakyat, atau setidaknya ada dukungan luas kepada gerakan? Pertanyaan tersebut sebaiknya direnungi saja dan tidak akan kita bahas dalam tulisan singkat ini, karena akan lebih baik jika kita berbicara dahulu tentang bagaimana sebaik-baiknya organisasi revolusioner memenuhi syarat untuk menggerakkan revolusi, berada di tengah-tengah kesadaran massa yang sedang berjuang.

Jika dilihat dalam konsepsi dialektika antara kesadaran massa dan kaum pelopor, maka benar bahwa: penindasan/kemiskinan tidak serta-merta memunculkan perlawanan untuk kemudian merubah tatanan (revolusi sosial). Artinya adalah, butuh perluasan kesadaran tentang penindasan dan dukungan terhadap radikalisme rakyat yang telah berhadap-hadapan langsung dengan penindasan itu sendiri. Mudahnya adalah, butuh kekuatan organisasi radikal yang mapan, yang memiliki kesanggupan untuk memimpin kesadaran dan gerak. Di sini kita akan lebih baik fokus berbicara tentang bagaimana kita (gerakan mahasiswa) sanggup berpropaganda dan bekerja bersama massa, agar makin memiliki syarat untuk mengolah potensi radikalisasi yang muncul dari massa. Namun, bagaimana jika kita diperhadapkan dengan situasi bahwa pergolakan rakyat yang sedang marak belakangan ini ternyata masih jauh dari jangkauan gerakan mahasiswa. Dalam spektrum tuntutan/isu masih belum dekat dari hal-hal yang bersinggungan terhadap persoalan-persoalan kampus (pendidikan).

Tanpa adanya dorongan gerakan dan luasnya kesadaran hanya akan menyia-nyiakan Sondang, Mohammed Bouazizi (Mesir) dan Self-Immolation Tibet.

·         Mahasiswa Dan Organisasinya (Tugas dan Fungsi)

Sesuai analisa Marxisme, peran kaum terpelajar/mahasiswa dalam kelas-kelas masyarakat memiliki tanggung-jawab sebagai kelompok yang harus mengambil bagian dalam revolusi sosialis, itulah kenapa Marx menganggap kaum terpelajar/mahasiswa sebagai borjuis kecil, dimana dalam pengelompokan filsafat kelasnya, ia masuk dalam kelompok non-fundamental, artinya, bisa saja dia menjadi penindas baru, bisa juga dia berbalik menjadi pembela kaum buruh, menjadi motor penggerak perjuangan kelas, tinggal bagaimana syarat-syarat materialnya (mahasiswa/pelajar) untuk menjadi bagian dari perjuangan kelas proletar diberikan oleh organisasi/kolektif, selain juga memang karena kehendak dirinya untuk berkesadaran kelas proletar. Dialektika obyektif dan subyektif... (https://www.facebook.com/note.php?note_id=10150346946020106)

Untuk lebih jelas melihat apa tugas mendasar organisasi mahasiswa, yang sesuai dan diperlukan dalam pemerintahan sosialis, Lenin menyingkat narasinya sebagai berikut:

“…dalam satu pemikiran tertentu bisa dikatakan bahwa pemudalah yang akan berhadapan dengan tugas-tugas aktual untuk menciptakan sebuah masyarakat komunis. Selama ini jelas, bahwa generasi kaum pekerja yang bangkit dalam masyarakat kapitalis setidaknya menyelesaikan tugas penghancuran dasar-dasar dari yang lama, pandangan hidup kapitalis, yang dibangun atas penghisapan. Setidaknya generasi itu yang akan mampu menyelesaikan tugas-tugas untuk membentuk sebuah sistem sosial, yang akan membantu proletariat dan klas pekerja mempertahankan kekuasaan dan meletakkan sebuah pondasi yang kuat, yang dapat dibangun hanya oleh sebuah generasi yang mulai bekerja di bawah kondisi yang baru, dalam sebuah situasi dimana hubungan-hubungan yang berdasar pada penghisapan manusia atas manusia sudah tidak ada lagi. Dan selanjutnya, berangkat dari sudut pandang ini yang disesuaikan dengan tugas-tugas yang menghadang pemuda, Saya harus mengatakan bahwa tugas-tugas dari pemuda secara umum, Liga Pemuda Komunis dan khususnya semua organisasi lain, bisa diringkas dalam satu kata tunggal, yaitu: BELAJAR”.

Tak bisa berhenti sampai di situ, kita harus menggali lagi dengan pertanyaan: Belajar tentang apa?

Belajar tentang realitas dunia (cognizible) sebagai objek yang harus disadari dan tentang manusia sebagai subjek yang harus sadar (cognitive). Pentingnya belajar tentang dua hal itu agar kemampuan yang didapat dari proses belajar (di organisasi ataupun akademik) bisa digunakan untuk terus mengkonfirmasi kenyataan ke dalam pengetahuan sosial; mengenali gejala perlawanan dan mentransformasikan kepada massa luas.

“…gerakan mahasiswa Indonesia, haruslah memberikan kesimpulan apakah  gerakan tersebut, dalam orientasi dan tindakan politiknya,  benar-benar mengarah dan bersandar pada problem-problem dan kebutuhan  struk­tural rakyat Indonesia. Orientasi dan tindakan politik  merupakan cermin dari bagaimana mahasiswa Indonesia memahami masyarakatnya, menentukan pemihakan pada rakyatnya serta kecakapan merealisasi nilai-nilai tujuan atau ideologinya”.

Nilai  lebih  organisasi dalam  gerakan  mahasiswa hanyalah bermakna  bahwa  di dalam  organisasi,  mahasiswa ditempa   dan dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.            Pemahaman terhadap masyarakat dan persoalan-persoalannya.
2.            Pemihakan pada rakyat.
3.            Kecakapan-kecakapan dalam mengolah massa.

Ketiga syarat tersebut mencerminkan:
1.            Tujuan dan orientasi gerakan mahasiswa.
2.            Metodologi gerakan mahasiswa.
3.            Strukturalisasi  sumber daya manusia, logistik  dan keuangan gerakan mahasiswa, dan
4.            Program-program  gerakan mahasiswa yang  bermakna strategis-taktis.
(Danial Indrakusuma: Sumbangan pemikiran untuk Gerakan Mahasiswa)

Point umum dari syarat dan cerminan gerakan mahasiswa di atas bermakna untuk, mengetahui sejauh mana sebuah organisasi mahasiswa bisa diidentifikasi sebagai gerakan yang sanggup memanggul beban menyelesaikan tugas sejarah yaitu, pembebasan nasional menuju revolusi sosialis. Termasuk juga gerakan harus memiliki tujuan tidak sekedar perubahan sistem politik, namun juga harus memiliki tujuan ideologis sesuai makna revolusi itu sendiri, yaitu: perubahan radikal seluruh tatanan struktur dari legal-politik—istilah Althusser—atau Negara berikut ekonomi (cara produksi) hingga nilai/norma (kebudayaan) yang berlaku dalam masyarakat.

Artikel di atas hanyalah gambaran umum mengenai landasan mengapa kita butuh memperkuat gerak organisasi dengan tujuan agar memiliki kesanggupan sebagai pelopor perjuangan, memperluas gagasan, membangun kesadaran dan menghimpun massa. Untuk lebih konkritnya apa tugas-tugas mendesak saat ini, mari kita diskusikan bersama tentang pentingnya membangun kekuatan kolektif organisasi.
Terimakasih.

Salam juang !
Terus berkobar !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar