DAULAT PETANI DAN MUSAFFA
oleh : Idrus Dulah
Seiring dengan berjalannya waktu, pertanian di Tojo Una-una terus
meluas secara kuwantitas dan berkembang
secara kualitas. Pertanian di wilayah kabupaten Tojo Una-una harus diakui ini adalah
sector unggulan bagi pendapatan daerah. Sembangasi sector non pajak ini
sangatlah vital bagi kelangsungan pembangunan kabupaten Tojo una-una dalam 1
(satu) decade terakhir. Rakyat di Kabupaten Tojo Una-una adalah mayoritas
petani yaitu sekitar 65% dari jumlah penduduknya, tetapi taraf hidupnya masih
sangat memprihatinkan. Ini dapat dibuktikan dengan kondisi dilapangan, bahwa
banyak anak petani yang tak bisa bersekolah, dan ketika sakit tak mampu
menjangkau akses kesehatan. Secara matematis penduduk dengan 65% itulah yang
seharusnya menjadi patron dan penentu arah kebijakan daerah, termasuk kebijakan
ekonomi dan kebijakan politik.
Tidak lama lagi kita akan disuguhkan dengan momentum politik sebagai
wujud nyata praktek dalam berdemokrasi. Rakyat Touna termasuk petani akan
menentukan siapa yang akan menahkodai daerah ini selama 5 (lima) tahun kedepan.
Untuk itu saatnya petani harus melakukan upaya intervensi secara masif terhadap
proses ini, agar yang terpilih nanti adalah benar-benar sosok yang berpihak
pada perbaikan nasib petani.
Perbaikan-perbaikan yang dimaksud tentunya adalah dibuatnya peraturan
daerah (perda) tentang harga penyangga komoditi unggulan, menghadirkan pabrik
pengolahan, memfungsikan perusahaan daerah (prusda) sebagai bapak angkat dalam
mengakomodir hasil pertanian dan yang paling penting adalah usaha pertanian
harus disandarkan pada pelestarian lingkungan, dengan kata lain tidak melakukan
pengrusakan lingkungan. Yang digenjot adalah memaksimalkan komoditi yang sudah
ada, seperti kelapa dalam, jagung, padi, cengkeh, cacao, kemiri,
kacang-kacangan, umbi-umbian, dan tanaman lain yang memang petaninya sudah
memahami secara turun temurun.
Saat ini dibeberapa daerah telah hadir ancaman nyata di sector
pertanian, tak lain dan tak bukan adalah perkebunan sawit dan pertambangan.
Kehadiran sawit jelas akan merugikan petani, karena selain merusak tanaman yang
sudah ada, limbah sawit sangatlah mengancam kelangsungan hidup manusia dan
segala mahluk. Ini telah dibuktikan diseluruh kawasan sawit diseluruh Indonesia.
Terjadi praktek korupsi saat pengurusan HGU (hak guna usaha) , terjadinya pencemaran
sumber air, berkurangnya lahan pertanian rakyat, terjadi penyingkiran
masyarakat lokal, lahirnya buruh cadangan, terjadi pemiskinan, terdegradasinya
adat dan budaya lokal, lahirnya prostitusi dan yang teraktual adalah asap tebal
beracun yang diakibatkan kebakaran lahan sawit di daerah Pulau Kalimantan.
Gambaran diatas adalah wajah faktual yang dipertontonkan pelaku-pelaku
sawit di Negeri ini. Belum lagi jika tambang hadir sebagai program bawah tanah
para paslon kepala daerah. Ini dapat dilihat dari realisasi pemerintah periode
sebelumnya, yang ditandai dengan dikeluarkannya 18 IUP (ijin usaha
pertambangan), yang akhirnya menghadirkan kesengsaraan bagi petani diwilayah tambang.
Tampilnya salah satu paslon Kepada daerah yang banyak pihak mencurigai bahwa
paslon ini sebagai representasi pemerintah periode sebelumnya. Ini menjadi salah
satu bentuk ketakutan dan ancaman bagi kelangsungan petani di tojo una-una.
Jika dilihat lebih tajam memang cukup beralasan, paslon ini pernah menjabat
sebagai Kepala Dinas yang terkait langsung dengan dikeluarkannya IUP tersebut.
Paslon ini berupaya tampil untuk dapat memenangkan dan mengamankan jika nanti
ada pihak-pihak yang menuntut secara hukum penguasa sebelumnya sebagai wujud
politik balas jasa. Politik balas jasa tak terhindarkan, jika kita melihat
runut hubungan dalam wilayah birokrasi dan wilayah politik antara paslon yang
dimaksud dan penguasa sebelumnya berada dalam struktur partai politik yang sama
saat ini.
Jika dampak sawit belumlah dirasakan oleh rakyat di Touna, lain halnya
dengan tambang. Hadirnya tambang dibeberapa desa seperti tambang di Desa Podi,
Betaua, Marowo, sampai yang terhangat tambang yang diwilayah desa Takibangke. Khususnya
daerah yang telah dieksploitasi, seperti Podi dan Betaua, petaninya telah
merasakan langsung, betapa buruknya dampak tambang bagi kelangsungan manusia
dan sumber penghidupannya. Melihat hal ini, menurut penulis tidak dimuatnya
gagasan tambang pada visi misi paslon tersebut dikarenakan adanya cela dan
cedera dipemerintahan periode sebelumnya, dan ini hal yang sangat tidak disukai
rakyat. Rakyat Touna khusus petani telah belajar banyak dari apa yang menimpa
saudaranya di Desa Podi dan Betaua, yang sampai hari ini petaninya dikhianati
oleh perusahaan tambang soal ganti rugi lahan, dan taraf kehidupannya masih
saja miskin, apalagi diperparah dengan tak ada lagi lahan yang bisa digarap
untuk lahan pangan. Gagasan sesat ini tetap ada tetapi tidak dimunculkan
dipermukaan, cukum menjadi “program bawah tanah” saja.
Saat ini dapat dikatakan bahwa Perkebunan sawit dan Usaha Tambang itu
adalah musuh petani, karena jelas keduanya hanya menguntungkan pemodal
(investor), sementara rakyat hanya dijadikan penyumbang lahan untuk tuannya.
Pemodal akan semakin bertambah kaya, dan petani akan semakiin miskin. Sekali
lagi hal ini perlu direnungkan, jika kita ingin melihat adanya perbaikan
disektor tani.
Disiplin ilmu dan penyandang dana kampanye menjadi hal terpenting untuk
kita ketahui dalam rangka menentukan pilihan politik di 9 Desember 2015 nanti.
Sebagai rakyat khususnya petani tentunya menginginkan pemimpin yang terpilih
nanti adalah yang benar-benar paham secara teoritis dan praktis, baik
mengidentifikasi masalah pertanian maupun mengeluarkan kebijakan pertanian
sebagai solusi. Dengan kata lain petani Touna menghendaki dan mendambakan
pemimpin yang bergelar Sarjana Pertanian.
Satu-satunya paslon yang berlatar belakang sarjana pertanian adalah
Bapak Muhammad Syarif Aljufri,SP., yang berpasangan dengan Ibu Fatimah Moh.
Amin Lasawedi. Pasangan ini membawa gagasan sederhana, terukur, dan bersandar
pada kelestarian lingkungan. Gagasan tentang harga penyangga (jaminan harga)
adalah yang paling menyita perhatian, terlebih gagasan ini telah disampaikan
sejak deklarasi. Beliau mengatakan perlu adanya harga penyangga komoditi jagung
dan komoditi lain yang layak, sehingga berdampak pada kesejahteraan petani. Paslon
Nomor urut 3 (tiga) yang lebih akrab dengan sapa Musaffa ini didukung oleh tim
relawan yang paling ramping (kulu-kulu) diantara relawan dipasangan lain.
Rampingnya relawan Musaffa cukup beralasan, tidak adanya penyandang dana dalam
jumlah besar menjadi factor utama. Dana sosialisasi justru datang dari
sumbangan dari swadaya rakyat yang bersimpatik dengan program musaffa, yaitu
salah satunya pengembangan produktifitas komoditi andalan baik luas secara
kuwantitas maupun bermutu secara kuwalitas.
Jika kita bercermin pada dua periode pemerintahan sebelumnya, ada upaya
berlebihan pihak penyandang dana dalam mengintervensi bahkan memporak
porandakan kinerja pemerintahan daerah, karena telah merasa paling berjasa
dalam memenangkan kandidatnya. Sebaliknya kepala daerah yang terpilih akan
selalu menggantungkan kebijakan pada kepentingan pemodal dengan alasan politik
balas jasa, walaupun kebijakan itu merugikan rakyat, termasuk mendatangkan
investor tambang dan sawit di tanah Touna. Kondisi ini sama-sama kita tidak
inginkan, untuk itu sudah saatnya kita menyatukan sikap dalam barisan tani.
Kita ciptakan kekuasaan yang berkeadialan sesuai dengan kehendak kaum tani.
Kita wujudkan pemilu damai dan menangkan gagasan tani lewat pilihan Nomor TIGA.
Saatnya petani sejahtera lahir dan batin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar