Senin, 16 November 2015

DAULAT PETANI DAN MUSAFFA



DAULAT PETANI DAN MUSAFFA
oleh : Idrus Dulah



Corak produksi petani di wilayah Tojo Una-una awalnya masih menggunakan pola ladang berpindah dengan tanaman padi, umbi umbian, cabe, tomat, dan jenis buah-buahan lokal. Hasil dari berladang ini diperuntukan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari, selebihnya dibarter dengan petani lain sesuai dengan kebutuhan. Meskipun terkesan tertinggal tetapi ada keseimbangan, yaitu kemampuan konsumsi sama dengan kemampuan produksi. Pola seperti ini berubah setelah masuknya Belanda, yang melakukan penjajahan termasuk membawa dan memperkenalkan komoditi baru dari Negara Brasil yaitu kelapa dalam termasuk di wilayah Tojo Una-una. Para etnis pendatang (Bugis, Arab, dan Tionghoa) yang sebelumnya masuk ke wilayah Tojo Una-una dengan tujuan dagang, mulai membeli tanah dan mengisi lahan itu dengan perkebunan kelapa dalam sebagai tanaman utama. Hasil dari panen kelapa dalam ini ternyata sangat mempengaruhi pendapatan ekonomi si pemilik lahan (etnis pendatang). Sehingga munculah ketertarikan etnis asli dataran touna untuk mengusahakan tanaman kelapa dalam ini walaupun dengan pengetahuan yang sangat terbatas. Demikian pula yang terjadi saat komoditi jagung masuk ke wilayah ini, juga dibawah oleh penjajah Belanda, kemudian ditiru cara tanamnya oleh etnis asli dengan pengetahuan yang juga terbatas.

Seiring dengan berjalannya waktu, pertanian di Tojo Una-una terus meluas secara kuwantitas dan  berkembang secara kualitas. Pertanian di wilayah kabupaten Tojo Una-una harus diakui ini adalah sector unggulan bagi pendapatan daerah. Sembangasi sector non pajak ini sangatlah vital bagi kelangsungan pembangunan kabupaten Tojo una-una dalam 1 (satu) decade terakhir. Rakyat di Kabupaten Tojo Una-una adalah mayoritas petani yaitu sekitar 65% dari jumlah penduduknya, tetapi taraf hidupnya masih sangat memprihatinkan. Ini dapat dibuktikan dengan kondisi dilapangan, bahwa banyak anak petani yang tak bisa bersekolah, dan ketika sakit tak mampu menjangkau akses kesehatan. Secara matematis penduduk dengan 65% itulah yang seharusnya menjadi patron dan penentu arah kebijakan daerah, termasuk kebijakan ekonomi dan kebijakan politik.
Tidak lama lagi kita akan disuguhkan dengan momentum politik sebagai wujud nyata praktek dalam berdemokrasi. Rakyat Touna termasuk petani akan menentukan siapa yang akan menahkodai daerah ini selama 5 (lima) tahun kedepan. Untuk itu saatnya petani harus melakukan upaya intervensi secara masif terhadap proses ini, agar yang terpilih nanti adalah benar-benar sosok yang berpihak pada perbaikan nasib petani.
Perbaikan-perbaikan yang dimaksud tentunya adalah dibuatnya peraturan daerah (perda) tentang harga penyangga komoditi unggulan, menghadirkan pabrik pengolahan, memfungsikan perusahaan daerah (prusda) sebagai bapak angkat dalam mengakomodir hasil pertanian dan yang paling penting adalah usaha pertanian harus disandarkan pada pelestarian lingkungan, dengan kata lain tidak melakukan pengrusakan lingkungan. Yang digenjot adalah memaksimalkan komoditi yang sudah ada, seperti kelapa dalam, jagung, padi, cengkeh, cacao, kemiri, kacang-kacangan, umbi-umbian, dan tanaman lain yang memang petaninya sudah memahami secara turun temurun.
Saat ini dibeberapa daerah telah hadir ancaman nyata di sector pertanian, tak lain dan tak bukan adalah perkebunan sawit dan pertambangan. Kehadiran sawit jelas akan merugikan petani, karena selain merusak tanaman yang sudah ada, limbah sawit sangatlah mengancam kelangsungan hidup manusia dan segala mahluk. Ini telah dibuktikan diseluruh kawasan sawit diseluruh Indonesia. Terjadi praktek korupsi saat pengurusan HGU (hak guna usaha) , terjadinya pencemaran sumber air, berkurangnya lahan pertanian rakyat, terjadi penyingkiran masyarakat lokal, lahirnya buruh cadangan, terjadi pemiskinan, terdegradasinya adat dan budaya lokal, lahirnya prostitusi dan yang teraktual adalah asap tebal beracun yang diakibatkan kebakaran lahan sawit di daerah Pulau Kalimantan.
Gambaran diatas adalah wajah faktual yang dipertontonkan pelaku-pelaku sawit di Negeri ini. Belum lagi jika tambang hadir sebagai program bawah tanah para paslon kepala daerah. Ini dapat dilihat dari realisasi pemerintah periode sebelumnya, yang ditandai dengan dikeluarkannya 18 IUP (ijin usaha pertambangan), yang akhirnya menghadirkan kesengsaraan bagi petani diwilayah tambang. Tampilnya salah satu paslon Kepada daerah yang banyak pihak mencurigai bahwa paslon ini sebagai representasi pemerintah periode sebelumnya. Ini menjadi salah satu bentuk ketakutan dan ancaman bagi kelangsungan petani di tojo una-una. Jika dilihat lebih tajam memang cukup beralasan, paslon ini pernah menjabat sebagai Kepala Dinas yang terkait langsung dengan dikeluarkannya IUP tersebut. Paslon ini berupaya tampil untuk dapat memenangkan dan mengamankan jika nanti ada pihak-pihak yang menuntut secara hukum penguasa sebelumnya sebagai wujud politik balas jasa. Politik balas jasa tak terhindarkan, jika kita melihat runut hubungan dalam wilayah birokrasi dan wilayah politik antara paslon yang dimaksud dan penguasa sebelumnya berada dalam struktur partai politik yang sama saat ini.
Jika dampak sawit belumlah dirasakan oleh rakyat di Touna, lain halnya dengan tambang. Hadirnya tambang dibeberapa desa seperti tambang di Desa Podi, Betaua, Marowo, sampai yang terhangat tambang yang diwilayah desa Takibangke. Khususnya daerah yang telah dieksploitasi, seperti Podi dan Betaua, petaninya telah merasakan langsung, betapa buruknya dampak tambang bagi kelangsungan manusia dan sumber penghidupannya. Melihat hal ini, menurut penulis tidak dimuatnya gagasan tambang pada visi misi paslon tersebut dikarenakan adanya cela dan cedera dipemerintahan periode sebelumnya, dan ini hal yang sangat tidak disukai rakyat. Rakyat Touna khusus petani telah belajar banyak dari apa yang menimpa saudaranya di Desa Podi dan Betaua, yang sampai hari ini petaninya dikhianati oleh perusahaan tambang soal ganti rugi lahan, dan taraf kehidupannya masih saja miskin, apalagi diperparah dengan tak ada lagi lahan yang bisa digarap untuk lahan pangan. Gagasan sesat ini tetap ada tetapi tidak dimunculkan dipermukaan, cukum menjadi “program bawah tanah” saja.
Saat ini dapat dikatakan bahwa Perkebunan sawit dan Usaha Tambang itu adalah musuh petani, karena jelas keduanya hanya menguntungkan pemodal (investor), sementara rakyat hanya dijadikan penyumbang lahan untuk tuannya. Pemodal akan semakin bertambah kaya, dan petani akan semakiin miskin. Sekali lagi hal ini perlu direnungkan, jika kita ingin melihat adanya perbaikan disektor tani.
Disiplin ilmu dan penyandang dana kampanye menjadi hal terpenting untuk kita ketahui dalam rangka menentukan pilihan politik di 9 Desember 2015 nanti. Sebagai rakyat khususnya petani tentunya menginginkan pemimpin yang terpilih nanti adalah yang benar-benar paham secara teoritis dan praktis, baik mengidentifikasi masalah pertanian maupun mengeluarkan kebijakan pertanian sebagai solusi. Dengan kata lain petani Touna menghendaki dan mendambakan pemimpin yang bergelar Sarjana Pertanian.
Satu-satunya paslon yang berlatar belakang sarjana pertanian adalah Bapak Muhammad Syarif Aljufri,SP., yang berpasangan dengan Ibu Fatimah Moh. Amin Lasawedi. Pasangan ini membawa gagasan sederhana, terukur, dan bersandar pada kelestarian lingkungan. Gagasan tentang harga penyangga (jaminan harga) adalah yang paling menyita perhatian, terlebih gagasan ini telah disampaikan sejak deklarasi. Beliau mengatakan perlu adanya harga penyangga komoditi jagung dan komoditi lain yang layak, sehingga berdampak pada kesejahteraan petani. Paslon Nomor urut 3 (tiga) yang lebih akrab dengan sapa Musaffa ini didukung oleh tim relawan yang paling ramping (kulu-kulu) diantara relawan dipasangan lain. Rampingnya relawan Musaffa cukup beralasan, tidak adanya penyandang dana dalam jumlah besar menjadi factor utama. Dana sosialisasi justru datang dari sumbangan dari swadaya rakyat yang bersimpatik dengan program musaffa, yaitu salah satunya pengembangan produktifitas komoditi andalan baik luas secara kuwantitas maupun bermutu secara kuwalitas.
Jika kita bercermin pada dua periode pemerintahan sebelumnya, ada upaya berlebihan pihak penyandang dana dalam mengintervensi bahkan memporak porandakan kinerja pemerintahan daerah, karena telah merasa paling berjasa dalam memenangkan kandidatnya. Sebaliknya kepala daerah yang terpilih akan selalu menggantungkan kebijakan pada kepentingan pemodal dengan alasan politik balas jasa, walaupun kebijakan itu merugikan rakyat, termasuk mendatangkan investor tambang dan sawit di tanah Touna. Kondisi ini sama-sama kita tidak inginkan, untuk itu sudah saatnya kita menyatukan sikap dalam barisan tani. Kita ciptakan kekuasaan yang berkeadialan sesuai dengan kehendak kaum tani. Kita wujudkan pemilu damai dan menangkan gagasan tani lewat pilihan Nomor TIGA. Saatnya petani sejahtera lahir dan batin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar