Senin, 16 November 2015

Kebangkitan Perempuan Touna


Kebangkitan Perempuan Touna
Oleh : Ismawati Maruf



           Tuhan menciptakan mahluknya berpasang-pasangan. Jika pada hewan ada jantan dan ada betina, maka diwilayah manusia ada kaum laki-laki dan kaum perempuan. Khususnya manusia, kedudukannya adalah sama dimata Tuhan. Hanya saja secara khodrat ada sedikit perbedaan, jika kaum maskulin yang dianugrahi raga yang cenderung lebih kuat, maka kaum feminim dikodratkan untuk hamil, mengandung, melahirkan, dan menyusui. Kodrat ini sudah menjadi ketetapan ilahi, selebihnya menjadi kesepakatan. Misalnya, menjaga anak, memasak, mencuci, dan bekerja ini bisa dilakukan bersama atau menjadi kesepakatan antara laki-laki dan  perempuan itu sendiri.

                Dewasa ini hal tersebut telah jauh bergeser. Yang bukan kodrat ditasbihkan menjadi kodrat, artinya ada penambahan beban atau kewajiban seorang perempuan terhadap kegiatan dalam hidupnya yang melibatkan laki-laki (yang seharusnya menanggung beban yang sama dengan apa yang diterima perempuan). Belum lagi ada pelarangan-pelarangan diruang eksistensi, laki-laki dibolehkan sedangkan perempuan tidak. Ini menambah kepiluan kaum perempuan, yang begitu terdiskriminasi dari wilayah mengekspresikan diri, selayaknya mahluk yang telah diberi anugrah yang sama oleh Allah SWT.
                Masih segar dalam ingatan kita, saat dibangku sekolah sering kita temukan kisah pahlawan nasional, Raden Ajeng Kartini. Disaat jaman praproklamasi, Tokoh perempuan yang satu ini sangat gigih melawan feodalisme dan primodialisme yang berkembang saat itu, bahwa anak perempuan tak perlu bersekolah, cukup kaum yang berjenis kelamin laki-laki saja bersekolah. Teryata praktek primodialisme ini masih hidup subur dijaman saat ini, khususnya daerah yang didiami oleh etnis yang secara presentase lebih banyak tidak bisa survive terhadap masuknya pendatang dari etnis lain yang jauh lebih berkembang dari segi pengetahuan. Salah satunya adalah suku taa yang mendiami daerah das bongka dan beberapa kecamatan di kabupaten Tojo una-una lainnya. Kutipan ucapan yang biasa terlontar dari mulut orang tua kepada anak perempuannya “siko ne’emo skola, apa siko tave’a, ane kaka pe a’imo maya mskola, apa sira to ngkai”. Kemudian kutipan selanjutnya “siko mayam mangjujuyung indo re rapu, mangjuyung mnambas sraya, muapu, mcain re mnua, mngikaka uepoi pa’amo, nmambas ngangaya, mnombu, etu sampria plaongmo”. Dialog dan praktek ini terus berlanjut sampai anak perempuan ini berkeluarga dan menjadi kebiasaan, karena terus berulang kemudian menjadi kebenaran, dan seterusnya menjadi ketetapan dalam tatanan masyarakat.
               
Kemerdekaan perempuan disuku taa belumlah terwujud secara nyata. Ketidakmerdekaan itu bukan hanya terletak pada tidak didapatkannya kesempatan bersekolah, tetapi jauh dari itu. Misalnya saja perempuan bisa makan setelah kaum laki-laki selelsai makan (ini seperti diskriminasi,,,bayangkan jika makanan habis dilahap para laki-laki, apa perempuan harus puasa??!!).
                Dalam dunia kerja, karena perempuan dianggap lemah secara fisik, sering terjadi praktek eksploitasi perempuan. Perempuan dijadikan  barang dagangan dan objek pelampiasan napsu para laki-laki hidung belang yang biasanya berujung pada tindak kejahatan, mulai dari penganiayaan sampai penghilangan nyawa. Ini biasanya terjadi ketika perempuan tersebut tidak mengikuti kemauan atau yang lebih parahnya tidak sesuai dengan selera laki-laki tersebut (Jika perempuan adalah PSK). Kerentanan ini lagi-lagi tak lepas dari tidak terbekalinya kaum perempuan dengan ilmu pengetahuan, keahlian dan pendidikan yang layak, sebagaimana kutipan amanat UUD “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
                Menjadi perempuan yang bermartabat adalah niat dan impian dari setiap kaum hawa didunia ini termasuk perempuan yang ada di tanah sivia patuju yang sama-sama kita cintai ini. Usaha dari pribadi perempuan ataupun orang tua belumlah cukup untuk mewujudkan cita-cita itu, diperluakan wujud nyata dari Negara dan daerah dalam mendorong kemerdekaan kaum perempuan agar mendapat kedudukan  yang sama dengan kaum laki-laki dalam segala aspek kehidupan.
                Menyikapi pilkada touna 2015 adalah langkah awal kaum perempuan dalam mendesain perjuangan perempuan dengan tinta emas. Gayungpun bersambut, hadirnya satu-satunya perempuan diantara 5 (lima) pasangan kandidat membawa angin segar. Sepertinya inilalah titik kebangkitan kaum perempuan Touna. Dimana kaum perempuan secara politik mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam menyampaikan dan menentukan pilihan. Hak yang sama ini akan mendorong kaum peremuan memilih perempuan, karena yang mengerti dengan persoalan kaum perempuan adalah perempuan, dan yang bisa mengatasi persoalan kaum perempuan hanyalah perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar