Kebangkitan Perempuan Touna
Oleh : Ismawati Maruf
Tuhan menciptakan mahluknya berpasang-pasangan.
Jika pada hewan ada jantan dan ada betina, maka diwilayah manusia ada kaum
laki-laki dan kaum perempuan. Khususnya manusia, kedudukannya adalah sama
dimata Tuhan. Hanya saja secara khodrat ada sedikit perbedaan, jika kaum
maskulin yang dianugrahi raga yang cenderung lebih kuat, maka kaum feminim
dikodratkan untuk hamil, mengandung, melahirkan, dan menyusui. Kodrat ini sudah
menjadi ketetapan ilahi, selebihnya menjadi kesepakatan. Misalnya, menjaga
anak, memasak, mencuci, dan bekerja ini bisa dilakukan bersama atau menjadi
kesepakatan antara laki-laki dan
perempuan itu sendiri.
Dewasa
ini hal tersebut telah jauh bergeser. Yang bukan kodrat ditasbihkan menjadi
kodrat, artinya ada penambahan beban atau kewajiban seorang perempuan terhadap
kegiatan dalam hidupnya yang melibatkan laki-laki (yang seharusnya menanggung
beban yang sama dengan apa yang diterima perempuan). Belum lagi ada
pelarangan-pelarangan diruang eksistensi, laki-laki dibolehkan sedangkan
perempuan tidak. Ini menambah kepiluan kaum perempuan, yang begitu
terdiskriminasi dari wilayah mengekspresikan diri, selayaknya mahluk yang telah
diberi anugrah yang sama oleh Allah SWT.
Masih
segar dalam ingatan kita, saat dibangku sekolah sering kita temukan kisah pahlawan
nasional, Raden Ajeng Kartini. Disaat jaman praproklamasi, Tokoh perempuan yang
satu ini sangat gigih melawan feodalisme dan primodialisme yang berkembang saat
itu, bahwa anak perempuan tak perlu bersekolah, cukup kaum yang berjenis
kelamin laki-laki saja bersekolah. Teryata praktek primodialisme ini masih
hidup subur dijaman saat ini, khususnya daerah yang didiami oleh etnis yang
secara presentase lebih banyak tidak bisa survive terhadap masuknya pendatang
dari etnis lain yang jauh lebih berkembang dari segi pengetahuan. Salah satunya
adalah suku taa yang mendiami daerah das bongka dan beberapa kecamatan di
kabupaten Tojo una-una lainnya. Kutipan ucapan yang biasa terlontar dari mulut
orang tua kepada anak perempuannya “siko
ne’emo skola, apa siko tave’a, ane kaka pe a’imo maya mskola, apa sira to ngkai”.
Kemudian kutipan selanjutnya “siko mayam
mangjujuyung indo re rapu, mangjuyung mnambas sraya, muapu, mcain re mnua,
mngikaka uepoi pa’amo, nmambas ngangaya, mnombu, etu sampria plaongmo”. Dialog
dan praktek ini terus berlanjut sampai anak perempuan ini berkeluarga dan
menjadi kebiasaan, karena terus berulang kemudian menjadi kebenaran, dan
seterusnya menjadi ketetapan dalam tatanan masyarakat.
Kemerdekaan perempuan disuku taa belumlah terwujud
secara nyata. Ketidakmerdekaan itu bukan hanya terletak pada tidak
didapatkannya kesempatan bersekolah, tetapi jauh dari itu. Misalnya saja
perempuan bisa makan setelah kaum laki-laki selelsai makan (ini seperti diskriminasi,,,bayangkan jika
makanan habis dilahap para laki-laki, apa perempuan harus puasa??!!).
Dalam
dunia kerja, karena perempuan dianggap lemah secara fisik, sering terjadi
praktek eksploitasi perempuan. Perempuan dijadikan barang dagangan dan objek pelampiasan napsu
para laki-laki hidung belang yang biasanya berujung pada tindak kejahatan,
mulai dari penganiayaan sampai penghilangan nyawa. Ini biasanya terjadi ketika
perempuan tersebut tidak mengikuti kemauan atau yang lebih parahnya tidak
sesuai dengan selera laki-laki tersebut (Jika perempuan adalah PSK). Kerentanan
ini lagi-lagi tak lepas dari tidak terbekalinya kaum perempuan dengan ilmu
pengetahuan, keahlian dan pendidikan yang layak, sebagaimana kutipan amanat UUD
“mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Menjadi
perempuan yang bermartabat adalah niat dan impian dari setiap kaum hawa didunia
ini termasuk perempuan yang ada di tanah sivia patuju yang sama-sama kita
cintai ini. Usaha dari pribadi perempuan ataupun orang tua belumlah cukup untuk
mewujudkan cita-cita itu, diperluakan wujud nyata dari Negara dan daerah dalam
mendorong kemerdekaan kaum perempuan agar mendapat kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki dalam segala
aspek kehidupan.
Menyikapi
pilkada touna 2015 adalah langkah awal kaum perempuan dalam mendesain
perjuangan perempuan dengan tinta emas. Gayungpun bersambut, hadirnya
satu-satunya perempuan diantara 5 (lima) pasangan kandidat membawa angin segar.
Sepertinya inilalah titik kebangkitan kaum perempuan Touna. Dimana kaum
perempuan secara politik mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam
menyampaikan dan menentukan pilihan. Hak yang sama ini akan mendorong kaum
peremuan memilih perempuan, karena yang mengerti dengan persoalan kaum perempuan
adalah perempuan, dan yang bisa mengatasi persoalan kaum perempuan hanyalah
perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar