Rabu, 03 April 2013

Penghinaan Presiden dan Wapres Hanya "Pasal Penjilat"

Ilustrasi Presiden SBY (Foto: Abror Rizki/Rumgapres)JAKARTA - Rancangan KUHP yang baru menyelipkan pasal soal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dan pelanggarnya akan diancam hukuman lima tahun penjara.

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari secara pribadi menolak adanya pasal itu. Menurutnya, dengan menghadirkan delik itu, nanti malah akan banyak penjilat yang akan muncul.

"Jadi ini banyak agenda yang terkesan menjilat, jadi kalau ini disahkan ya berarti kita balik lagi ke zaman Belanda. Dan itu akan menurunkan kualitas demokrasi kita dan equality before the law," katanya, Rabu (3/4/2013).

Eva mengatakan, ada dua hal yang perlu dilihat dengan kemunculan pasal ini. Memang sebelumnya, delik ini sudah pernah diputus oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006 lalu.

"Itu sudah diputus dan ditolak MK, kok masih tetap dipaksain? Apakah itu bukan manuver yang sia-sia? Karena toh kalau di-judicial review lagi ya akan gagal lagi. Jadi ya hanya buang-buang waktu saja untuk membahas pasal yang diajukan kembali itu," paparnya.

Yang kedua, lanjutnya, ada asas equality before the law. "Kalau Presiden saat ini jadi sasaran dan caci maki, ya itu risiko. Tapi bukan berarti ketika dia berkuasa, dia tidak bisa dicaci maki dan yang bisa dicaci maki hanya orang lain saja. Itu kan lucu," jelasnya.

Selain itu, delik soal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden ini adalah delik sisa-sisa zaman kolonial dan sudah tidak layak untuk diterapkan saat ini.

"Dan itu kan UU-nya warisan dari kolonial, masa tetap sih Presiden itu dari koloni rakyat? Ini masih dipertahankan. Ya kalau begitu enggak usah meniru demokrasi ala negara-negara maju, kalau memang mau mengikuti peraturan zaman koloni Belanda," jelasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar