Minggu, 03 Februari 2013

Ber (Obat) yang Rasional


Obat adalah racun. Ungkapan ini sudah umum diketahui. Obat di konsumsi untuk meracuni (baca : mengobati) penyakit sekaligus juga menyebabkan tubuh si pemakai teracuni. Obat yang dikonsumsi diproses (di metabolisme) tubuh, berinteraksi dengan organ tubuh yang sakit dan kuman di tubuh. Sebagian besar dibuang keluar tubuh melalui urine, feses, keringat dan lain-lain. Tapi sebagian kecil tertinggal di dalam tubuh yakni, di lever dan di ginjal.
Maksud ungkapan diatas adalah supaya kita menggunakan obat secara hati-hati. Termasuk tujuan penggunaan, dosis, cara dan waktu pemakaian, serta meminimalkan efek samping yang merugikan.
Regulasi yang lemah dalam pengaturan peredaran dan penyiapan obat seperti di banyak negara-negara sedang berkembang termasuk di Indonesia, seringkali di manfaatkan oleh berbagai pihak untuk kepentingan mencari keuntungan semata. Sudah umum diketahui bahwa kita sangat mudah untuk mendapatkan berbagai antibiotika yang notabene obat keras di berbagai toko obat atau bahkan tanpa resep di apotik. Atau juga bukan menjadi rahasia umum kalau kita berobat ke beberapa dokter, kita langsung di beri obat, yang merupakan satu paket dengan diagnosa penyakit, dengan alasan untuk memudahkan pasien dan ekonomis.
Di negara-negara maju seperti Eropa Barat, Amerika Serikat, Australia dan lain-lain, pemberian antibiotika hanya diberikan (baca: diberi resep) oleh dokter apabila sudah diketahui jenis kuman yang menginfeksi dan sudah dilakukan tes kepekaan (susceptibility test) antibiotika. Sehingga dengan demikian dokter dapat memberikan antibiotika yang cocok (tidak perlu mahal) untuk infeksi pasien. Hal ini dapat meningkatkan efektivitas terapi, menurunkan resistensi (ketidakpekaan) antibiotika, yang pada akhirnya akan menurunkan biaya pengobatan.
Banyak kalangan praktisi kesehatan yang menganggap bahwa pemeriksaan laboratorium itu lama dan mahal. Padahal tidak semua pemeriksaan laboratorium seperti itu. Seperti pada penyakit Tipus (typhoid), yang merupakan penyakit umum di Indonesia, pemeriksaan laboratorium hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Sehingga kalau positif terinfeksi salmonella - penyebab Tipus - maka dokter dengan segera dapat memberikan obat golongan Chloramphenicol atau derivatnya seperti Thiamphenicol.
Pemakaian antibiotika akan menyebabkan terjadinya pengurangan atau bahkan menghabiskan flora usus normal yang ada di usus, yang sangat dibutuhkan untuk membantu pencernaan. Sehingga dengan demikian sangat perlu pemakaian antibiotika diiringi juga dengan pemakaian vitamin B Kompleks. Hal ini sering diabaikan oleh banyak kalangan atau bahkan oleh pasien sendiri.
Jadi marilah kita berpikir positif untuk menggunakan obat secara rasional dan berobat ke dokter secara rasional pula.
Catatan : Tulisan ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat awam, sehingga lebih rasional dalam berobat dan menggunakan obat. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendiskreditkan profesi kesehatan manapun. Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar