Obat adalah racun. Ungkapan ini
sudah umum diketahui. Obat di konsumsi untuk meracuni (baca : mengobati)
penyakit sekaligus juga menyebabkan tubuh si pemakai teracuni. Obat yang
dikonsumsi diproses (di metabolisme) tubuh, berinteraksi dengan organ tubuh
yang sakit dan kuman di tubuh. Sebagian besar dibuang keluar tubuh melalui
urine, feses, keringat dan lain-lain. Tapi sebagian kecil tertinggal di dalam
tubuh yakni, di lever dan di ginjal.
Maksud ungkapan diatas adalah supaya
kita menggunakan obat secara hati-hati. Termasuk tujuan penggunaan, dosis, cara
dan waktu pemakaian, serta meminimalkan efek samping yang merugikan.
Regulasi
yang lemah dalam pengaturan peredaran dan penyiapan obat seperti di banyak
negara-negara sedang berkembang termasuk di Indonesia, seringkali di manfaatkan
oleh berbagai pihak untuk kepentingan mencari keuntungan semata. Sudah umum
diketahui bahwa kita sangat mudah untuk mendapatkan berbagai antibiotika yang
notabene obat keras di berbagai toko obat atau bahkan tanpa resep di apotik.
Atau juga bukan menjadi rahasia umum kalau kita berobat ke beberapa dokter,
kita langsung di beri obat, yang merupakan satu paket dengan diagnosa penyakit,
dengan alasan untuk memudahkan pasien dan ekonomis.
Di negara-negara maju seperti Eropa
Barat, Amerika Serikat, Australia dan lain-lain, pemberian antibiotika hanya
diberikan (baca: diberi resep) oleh dokter apabila sudah diketahui jenis kuman
yang menginfeksi dan sudah dilakukan tes kepekaan (susceptibility test)
antibiotika. Sehingga dengan demikian dokter dapat memberikan antibiotika yang
cocok (tidak perlu mahal) untuk infeksi pasien. Hal ini dapat meningkatkan
efektivitas terapi, menurunkan resistensi (ketidakpekaan) antibiotika, yang
pada akhirnya akan menurunkan biaya pengobatan.
Banyak kalangan praktisi kesehatan
yang menganggap bahwa pemeriksaan laboratorium itu lama dan mahal. Padahal
tidak semua pemeriksaan laboratorium seperti itu. Seperti pada penyakit Tipus (typhoid),
yang merupakan penyakit umum di Indonesia, pemeriksaan laboratorium hanya
memerlukan waktu beberapa menit saja. Sehingga kalau positif terinfeksi salmonella
- penyebab Tipus - maka dokter dengan segera dapat memberikan obat golongan
Chloramphenicol atau derivatnya seperti Thiamphenicol.
Pemakaian antibiotika akan
menyebabkan terjadinya pengurangan atau bahkan menghabiskan flora usus normal
yang ada di usus, yang sangat dibutuhkan untuk membantu pencernaan. Sehingga
dengan demikian sangat perlu pemakaian antibiotika diiringi juga dengan
pemakaian vitamin B Kompleks. Hal ini sering diabaikan oleh banyak kalangan
atau bahkan oleh pasien sendiri.
Jadi marilah kita berpikir positif
untuk menggunakan obat secara rasional dan berobat ke dokter secara rasional
pula.
Catatan : Tulisan ini bertujuan
untuk mengedukasi masyarakat awam, sehingga lebih rasional dalam berobat dan
menggunakan obat. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendiskreditkan profesi
kesehatan manapun. Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar